9.14.2009

GEMERLAP DI DAERAH UDIK

Kurang dari satu minggu menjelang lebaran, geliat mudikers mulai terasa. Tahun ini jumlah pemudik diperkirakan akan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, mudik sendiri merupakan fenomena khas negeri kita karena walaupun banyak Negara dengan mayoritas penduduk muslim tetapi hanya di Indonesia aktifitas mudik menjadi ritual yang seakan-akan wajib dilakukan sehingga banyak yang rela memilih berdiam diri di dalam toilet kereta api sehari semalam daripada berdiam diri dimasjid untuk meningkatkan ibadahnya di sepertiga terakhir bulan Ramadhan. Kota-kota besar mendadak menjadi begitu lengang dan mungkin sangat nyaman untuk di diami dibanding hari biasa.

Seandainya hal ini bersifat permanen mungkin berbagai problem sosial maupun ekonomi di kota besar dan juga di perdesaan tidak begitu rumit seperti saat ini. Namun sayangnya setelah libur lebaran usai maka persoalan rutin perkotaan dan perdesaan akan muncul kembali. Kesenjangan antara perkotaan dan perdesaan telah berlangsung lama dan disparitasnya makin parah. Sesuatu yang bisa diterima akal mengingat lezatnya kue pembangunan di perkotaan dibandingkan di pedesaan sehingga orang berbondong-bondong untuk bekerja di kota.
Kalau kita cermati sebenarnya mudik berpotensi membawa efek multiplier bagi perekonomian khususnya ekonomi di pedesaan, karena hampir bisa dipastikan setiap pemudik akan membawa hasil jerih payahnya selama bekerja dikota, entah itu akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya selama di desa atau akan diberikan kepada kerabatnya di desa sehingga surplus di perkotaan sedikit banyak bisa dikembalikan ke daerah udik.
Sebagai asumsi, jika diperkirakan jumlah pemudik tahun ini sekitar 16,25 juta jiwa (detiknews,25/08/09) dan masing-masing membawa uang antara 1 juta sampai dengan 2 juta rupiah maka jumlah surplus perkotaan yang bisa dibawa kembali ke desa mencapai 16 sampai 32 Triliun rupiah, belum lagi jika ditambah dengan kiriman uang dari para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang jumlahnya selalu melonjak menjelang lebaran seperti sekarang. Di Jawa Barat, misalnya, kiriman uang selama bulan Ramadhan diperkirakan mencapai 400 Miliar Rupiah, jumlah tersebut naik dua kali lipat dari kondisi normal pada bulan-bulan diluar Ramadhan sekitar Rp. 200 Miliar per bulan. Sementara di daerah Malang selatan yang merupakan sentra TKI di Jawa Timur jumlah kiriman uang yang melalui Kantor Pos Besar Malang selama bulan Ramadhan rata-rata Rp. 1,3 Miliar per hari, bahkan pada hari-hari menjelang lebaran seperti saat ini diperkirakan mencapai Rp. 2 Miliar per hari, meningkat 100% sampai dengan 300% dibandingkan hari-hari bisaa yang rata-rata hanya Rp. 500 juta.
Multiplier Effect
Besarnya aliran dana ke daerah pedesaan tersebut harapanya tentu bisa membawa multiplier effect/efek memancar secara otomatis bagi perekonomian di pedesaan mengingat selama ini sektor-sektor yang menjadi tulang punggung ekonomi pedesaan masih dianggap sebelah mata oleh mainstream kebijakan ekonomi kita, bayangkan untuk kasus bank century yang hanya memiliki 65.000 nasabah Negara bisa dengan enteng menggelontorkan dana hingga 6,7 triliun, sementara untuk kasus kelangkaan pupuk yang menguasai hajat hidup jutaan petani kita Negara seakan-akan tuli.
Manfaat bagi perekonomian lokal akan terasa apabila uang yang di bawa oleh para mudikers dimanfaatkan untuk hal-hal yang produktif, misalnya, sebagai tambahan modal usaha, membangun rumah, atau dimanfaatkan untuk membeli asset yang produktif seperti ternak. Sebaliknya jika uang-uang tersebut hanya digunakan untuk hal-hal yang sifatnya konsumtif maka harapan akan terjadinya peningkatan ekonomi lokal yang sustainable hanya kan menjadi angan-angan, Surplus ekonomi perkotaan yang dibawa pun hanya akan hinggap sejenak di pedesaan sebelum akhirnya kembali ke perkotaan melalui kegiatan konsumtif yang hanya memenuhi nafsu materialistis seperti membeli handphone baru, televisi baru, ataupun sekedar membeli pulsa handphone yang notabene merupakan domain masyarakat perkotaan bahkan luar negeri.
Semoga para mudikers bisa lebih bijak dalam memanfaatkan uangnya supaya ada sesuatu yang lebih baik di desa mereka ketika kembali mudik tahun depan. Sementara kewajiban pemerintah tentu saja mengupayakan pemberdayaan ekonomi di pedesaan untuk menimbun jurang perbedaan antara desa dan kota.
HAPPY IED 1430H
MINAL AIDIN WALFAIZIN…MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com