9.23.2009

PESIMISME APBN KITA

APBN bukan sekedar deretan angka yang tanpa makna, sen per sen rupiah yang tercantum dalam APBN bisa jadi merupakan penentu arah perjalanan perekonomian Negara ini paling tidak dalam satu tahun kedepan, tepat menjelang Hari Raya Idul Fitri 1430 H, Panitia Kerja DPR telah menyetujui RUU APBN 2010, secara garis besar postur APBN 2010 adalah sebagai berikut, belanja negara dalam ditetapkan sebesar Rp1.047,6 triliun, deficit 1,6% dari PDB. Terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp725, 2 miliar dan transfer ke daerah sebesar Rp322,4 miliar. Jumlah ini meningkat sebanyak Rp. 44,67 triliun dibandingkan dengan APBN pada tahun 2009. Rinciannya menurut jenis belanja, belanja Pemerintah Pusat terdiri atas Belanja Pegawai sebesar Rp. 160.312,8 miliar, Belanja Barang Rp 102.959,3 miliar, Belanja Modal Rp 83.243,9 miliar, Pembayaran Bunga Utang Rp 115.594,6 miliar.Kemudian, Subsidi non Energi sebesar Rp 51.293,6 miliar, Belanja Hibah Rp 7.092,0 miliar, Bantuan Sosial Rp 69.582,4 miliar dan Belanja Lain-lain Rp 28.637,8 miliar, berdasarkan organisasi, belanja Pemerintah pusat terdiri atas Belanja Non Kementerian Negara/Lembaga (Non-K/L) sebesar Rp385.093,9 miliar dan Belanja Kementerian Negara/Lembaga (Non-K/L) sebesar Rp340.149,2 miliar serta anggaran Pendidikan sebesar Rp209.537,5 miliar.
Selain rincian belanja diatas, dalam APBN kali ini pemerintah masih diberikan space sebesar 24 Triliun atau 2 persen dari APBN ini, untuk mengantisipasi adanya program/kegiatan yang belum tertampung dalam APBN ini, hal yang cukup bijaksana mengingat perencana dan eksekutor dari APBN ini secara de jure adalah pemerintahan yang berbeda meskipun pada kenyataanya kepala pemerintahan masih di jabat oleh orang yang sama.
RUU APBN ini sejatinya disusun dengan semangat untuk mengantarkan bangsa ini melewati masa transisi dari badai krisis keuangan hebat yang terjadi pada tahun sebelumnya, dengan asumsi pertumbuhan perekonomian sebesar 5%, inflasi 5%, dengan nilai tukar rupiah Rp 10.000 dan suku bunga SBI 3 bulan 6,5%, harga minyak mentah sebesar US$ 60 per barel dengan produksi minyak mentah diperkirakan sebesar 965 ribu barel per hari.
Asumsi-asumsi diatas mungkin cocok untuk melewati masa transisi, akan tetapi melihat perkembangan saat ini menjadi terlalu konservatif, krisis keuangan global saat ini menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan dan diperkirakan akan segera mereda serangannya, indikator-indikator ekonomi baik di Indonesia maupun dunia menunjukkan gejala yang makin membaik, kontraksi ekonomi AS pada triwulan kedua yang lalu hanya sekitar 1 persen dibanding 6,5 persen pada triwulan sebelumnya, angka pengangguran pada bulan Juli pun turun dari bulan sebelumnya, sementara nilai ekspor dari Jerman tumbuh sebesar 7 persen, sementara indicator ekonomi Indonesia pun menunjukkan perkembangan menggembirakan, ekspor bulan Juni naik 1,32 persen dibandingkan bulan Mei, konsumsi semen yang bisa menunjukkan adanya pembangunan juga terus tumbuh dalam empat bulan terakhir, belum lagi konsumsi atas kendaraan bermotor yang terus mengalami peningkatan, bisa jadi pertumbuhan ekonomi 5% agak kurang relevan lagi mengingat optimisme yang mulai menjalar, nilai tukar rupiah saat ini yang terus berada di bawah 10.000/$ juga menggambarkan asumsi nilai tukar yang kurang releva, sementara target produksi minyak yang hanya 965 ribu barel/hari juga patut dipertanyakan mengingat produksi blok cepu tahun ini diperkirakan akan mengalami peningkatan, sementara deficit APBN yang hanya 1,6% dari PDB juga dirasakan kurang untuk menggenjot pemulihan ekonomi,
Mudah-mudahan semua pemangku kekuasaan bisa melihat keadaan dengan lebih objektif dan membuat target yang lebih terukur untuk pemerintahan yang akan datang, semua demi bangsa ini!!

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com